28.6 C
Banjarmasin
Selasa, Maret 19, 2024

Mendefinisikan Ulang Sektor Pendidikan di Asia dengan Transformasi Digital

Teknologi.info – Revolusi Industri Ke-4 telah membawa perubahan dalam segi digital bagi ekonomi dan sistem sosial, yang berakibat pada pergeseran cara kita bekerja saat ini.  Mengutip sebuah fakta menarik—Thomas Frey, memprediksi bahwa dua miliar pekerjaan akan hilang pada tahun 2030. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa 65% anak-anak yang saat ini sedang bersekolah bekerja pada sektor-sektor pekerjaan yang belum ada saat ini.

The World Economic Forum telah merilis laporan The Future Jobs, membahas implikasi dari perubahan yang dihadapi ketenagakerjaan, keterampilan, dan rekrutmen. 34% responden melihat teknologi internet mobile dan komputasi awan menjadi pendorong utama perubahan teknologi, yang memungkinkan lebih efisiennya penyampaian layanan dan kesempatan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Sementara 26% lainnya melihat bahwa kemajuan dalam kekuatan komputasi dan big data akan menjadi faktor pendorong perubahan pada dunia kerja, saat organisasi—dan dengan perluasan ekonomi—berusaha untuk mewujudkan potensi penuh teknologi dalam membantu memahami banyaknya data yang sangat jumlahnya. Hal ini jelas menunjukkan perlunya institusi pendidikan untuk membekali siswa dengan keahlian yang tepat demi memenuhi tuntutan masa depan.

Dampak dari transformasi digital tentunya juga relevan dengan perguruan tinggi. Laporan McKinsey yang dirilis  baru-baru ini, tercatat bahwa gelar menjadi “penanda” untuk perekrutan, bahkan di era digital; namun, sepertinya tidak ada hubungan langsung antara tingkat perguruan tinggi dan kesuksesan profesional.

Revolusi Industri ke 4

Sudut pandang menarik lainnya tentang kesenjangan keterampilan saat ini adalah kurangnya keterampilan khusus. Menurut studi Manpower Group yang dilakukan pada tahun 2016, ketidakmampuan untuk menemukan individu yang tepat bagi sebuah pekerjaan adalah masalah serius keenam, dari sembilan masalah ekonomi global terbesar saat ini. Sama halnya, 40% perusahaan dunia melaporkan kurangnya keterampilan khusus, yang akhirnya berdampak pada ketersediaan pelamar, keterampilan teknis, dan pengalaman; yang menjadi alasan mengapa banyak posisi disebuah perusahaan yang belum terisi.

Dengan ini menegaskan bahwa sumber daya paling berharga di era digital ini adalah data. Dengan naiknya kebutuhan akan data, maka permintaan akan kompetensi baru—analisis, pembelajaran mesin, kecerdasan bantuan, keamanan siber, dan lainnya—juga akan datang. Kemudian yang menjadi sorotan adalah apakah institusi pendidikan saat ini sudah disiapkan untuk memenuhi kebutuhan masa depan?

Mengatasi Dampak Perubahan (Digital)

Di akhir tahun 2016, Microsoft melakukan sebuah studi pada13 negara dengan hampir 1.500 pemimpin bisnis untuk lebih memahami dampak transformasi digital pada organisasi mereka. Hal ini juga melibatkan 265 pemimpin dari sektor pendidikan.

Studi dari Microsoft Asia Digital Transformation menemukan bahwa 87% pemimpin di industri pendidikan sepakat bahwa organisasi mereka perlu ditransformasi menjadi bisnis digital untuk memungkinkan pertumbuhan dimasa mendatang, namun hanya 23% yang telah memiliki strategi untuk menghadapi perubahan ini.

Prioritas nomor satu dalam proses transformasi digital mereka saat ini adalah untuk memberdayakan baik karyawan fakultas maupun non-guru, dan memberi mereka alat terbaik untuk melibatkan siswa baik di dalam maupun di luar kelas. Namun, hanya 39% responden yang berpendapat bahwa institusi mereka memiliki teknologi yang saling terkoneksi sehingga memungkinkan karyawan tersebut bekerja di luar kampus.

Hal ini diikuti dengan melibatkan siswa sebagai bagian dari proses transformasi, di mana sekolah mengadopsi teknologi digital, konten interaktif dan personal, dan mempersiapkan siswa dengan keterampilan agar berhasil di dunia kerja yang berdinamika saat ini.

Ketika ditanya tentang faktor-faktor yang menghambat proses transformasi digital mereka, responden menyoroti masalah ancaman siber dan keamanan, kurangnya keterampilan kepemimpinan organisasi, dan kurangnya tenaga kerja digital yang terampil, sebagai penghalang utama.

Para pendidik dengan jelas menyetujui adanya peran integral yang dimainkan teknologi dalam meningkatkan pedagogi. Survei yang dilakukan Microsoft Asia EduTech pada tahun 2016 menemukan bahwa 95% responden sepakat mengenai pentingnya teknologi dalam sistem pendidikan saat ini. Lebih dari setengah responden yang merupakan pendidik. Mengidentifikasikan kurangnya pelatihan sebagai tantangan utama bagi mereka untuk mengoptimalkan teknologi di dalam kelas.

Hal ini mengarah pada kesenjangan antara mengakui kebutuhan untuk bertransformasi, dan ketersediaan strategi yang jelas untuk bergerak maju. Bagaimanapun, sekarang adalah waktu bagi institusi pendidikan untuk menjadikan organisasi mereka menjadi organisasi digital, agar tetap relevan dan memastikan bahwa para siswa siap untuk menghadapi perubahan kebutuhan dari generasi kerja mendatang.

Transformasi Digital bagi Industri Pendidikan

Ketika kita memikirkan tentang transformasi digital untuk sektor pendidikan, harus kita mulai dengan mengetahui cara orang belajar. Hal ini lebih dari mengimplementasikan teknologi, tetapi juga membahas perubahan paradigma yang dibawa oleh Revolusi Industri Ke-4.

Faktor penghambat transformasi digital dalam institusi edukasi di Asia
Faktor penghambat transformasi digital dalam institusi edukasi di Asia

Transformasi digital perlu dimulai dengan memungkinkan para pendidik untuk menciptakan lingkungan belajar baru—yang memungkinkan kegagalan sebagai bagian dari proses pembelajaran.  Intinya, slogan untuk kelas baru seharusnya “gagal lebih cepat, gagal dengan cepat, dan sering gagal”.

Microsoft berkomitmen untuk memberdayakan setiap siswa agar meraih lebih banyak. Bagaimana seharusnya hal ini berlangsung? Pertama adalah untuk memberdayakan setiap insitusi pendidikan dengan memberikan silabus dan pelatihan yang tepat bagi siswa dan guru, sehingga mereka dapat menciptakan dunia masa depan. Microsoft melihatnya secara holistik di empat pilar berbeda: melibatkan siswa, memberdayakan pendidik, mengoptimalkan operasi, dan mentransformasi pembelajaran—yang kesemuanya didukung oleh komitmen mendasar kami untuk memberikan program terpercaya yang dapat dijalankan oleh organisasi tersebut.

Pertanyaan selanjutnya yang patut direnungkan adalah, bagaimana teknologi ikut bermain dalam penawaran institusi pendidikan yang mulai mengadopsi teknologi digital?

  1. Meningkatkan efisiensi dan kinerja
  2. Meningkatkan hasil pembelajaran dan keberhasilan siswa
  3. Memajukan penelitian dan inovasi

Dengan berfokus pada ketiga bidang ini, institusi akan dapat memanfaatkan efisiensi biaya, menghemat waktu sembari memperluas akses belajar yang terjangkau, mendorong pembelajaran yang lebih efektif melalui keterlibatan antara siswa dan guru yang lebih baik. Tujuan utamanya adalah memungkinkan kolaborasi penelitian yang lebih kuat pada seluruh fakultas dan institusi.

Era digital telah datang dan akan terus berlanjut, dampaknya akan semakin meluas. Microsoft mendorong para pemimpin pendidikan untuk memikirkan dan berstrategi tentang tujuan dan sasaran transformasi digital mereka saat ini. Tidak hanya untuk memberdayakan pendidik dengan lebih baik, namun juga melibatkan siswa agar mereka “siap menghadapi masa depan”, dan terlengkapi dengan baik untuk berpartisipasi dalam dunia yang ditransformasikan oleh teknologi.

Jimmy Ahyari
Jimmy Ahyari
Seorang Apoteker yang menyukai dunia internet dan teknologi.
Artikel Lainnya
Sudah Baca Ini?