Teknologi.info – Teknologi semakin berkembang dengan makin tersambungnya semua data yang semula offline menjadi online. Hal itu akan menjadi rentan karena data yang online akan menjadi santapan segar hacker-hacker untuk mengambilnya.
Trend Micro Indonesia membeberkan hasil laporan yang mereka buat berjudul Setting the Scape: Landscape Shifts Dictate Future Threat Response Strategies. Banyak terjadi kejahatan cyber yang berakibat hilangnya data-data penting karena hacker menjadikan itu target utama mereka.
Laporan yang disampaikan oleh Trend Micro merupakan laporan tentang kondisi keamanan dan tindak kejahatan cyber yang terjadi di seluruh dunia. Dalam laporan yang diambil datanya tahun 2015, banyak perusahaan yang diambil data-data penting mereka. Perusahaan yang paling banyak dihack adalah perusahaan bergerak di bidang kesehatan.
Hal itu sesuai yang dikatakan Country Manager Trend Micro Indonesia, Andreas Kagawa. “Sepanjang 2015, banyak sekali sekarang yang diserang perusahaan atau organisasi di bidang kesehatan. Sebagian besar perusahaan tersebut yaitu perusahaan asuransi.”
Menurut laporan, sepanjang tahun 2015 di seluruh dunia perusahaan bidang kesehatan mengalami kejahatan cyber dengan persentase sebesar 26,9%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan industri atau bidang lain. Di peringkat kedua perusahaan bidang pendidikan mendapatkan persentase 15,9%. Yang ketiga dan keempat bidang ritel dan finansial masing-masing 12,5% dan 9,2%.
Mengapa perusahaan bidang kesehatan banyak menjadi target hacker? Karena menurut Andreas data yang dimiliki sangat lengkap terutama data pribadi seperti alamat, keuangan, penyakit, riwayat penyakit keluarga dan lain-lain.
Andreas melanjutkan data yang dicuri mempunyai alasan bagi hacker untuk mendapatkannya. Data tersebut akan di jual atau memaksa korban memberikan uang tebusan untuk mendapatkan data mereka kembali.
Trend Micro mencatat ada salah satu insiden kejahatan cyber yaitu yang terjadi pada perusahaan asuransi Anthem yang kehilangan data hingga 80 juta rekam data personal pelanggannya. Selain itu juga perusahaan Premera Blue Cross kehilangan 11 juta data personal dan keuangan pelanggannya.
Andreas mengaku kesulitan dalam mengambil data perusahaan atau instansi berbagai bidang yang mengalami kejahatan cyber. Hal itu dikarenakan, banyak perusahaan atau instansi bersifat tertutup berbeda di luar negeri yang harus ada pengumuman.